News
- Judul
- Mirae Asset Optimistis Inflasi dan El Nino Dapat Mendukung Kinerja Keuangan Emiten CPO
- Penulis
- investment
- Tanggal Diciptakan
- 09/12/2023
- Lampiran0
- Views
- 431
(Kiri-kanan) Ivonne Kaharu, Head of Corporate Secretary PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia; Rully Arya Wisnubroto, Senior Economist; Rizkia Darmawan, Research Analyst; Robertus Hardy, Head of Research Team, dalam Media Day: September 2023.
PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi kinerja keuangan
emiten CPO akan mendapatkan dukungan dari naiknya harga minyak sawit karena
musim kemarau berkepanjangan sebagai akibat fenomena cuaca kering yaitu El
Nino.
Rizkia
Darmawan, Research Analyst Mirae
Asset, mengatakan El Nino diprediksi akan
menekan kinerja operasional perkebunan sawit, tetapi terhambatnya produksi akan
membuat harga minyak sawit mentah (CPO) dunia berpotensi terangkat karena
penurunan produksi tersebut.
“Fenomena El Nino memengaruhi permintaan minyak nabati dunia,
salah satunya CPO karena produksinya atau suplainya turun di tingkat global dan
kemudian mendongkrak harga komoditas tersebut di pasaran,” ujar Darma dalam Media Day: September 2023 hari ini, 12 September 2023.
Dalam acara bertema Heatwaves
in the Market: High Fed Fund Rate and El Niño Impact to Commodities itu,
dia mengatakan harga CPO sudah naik menjadi di kisaran RM3.800/ton sejak Juni
hingga beberapa hari terakhir. Sejak awal tahun, rerata harga CPO berada pada
kisaran RM3.900/ton dan sudah turun sekitar 12%, sempat turun hinga kisaran
RM3.300/ton di Juni tetapi kembali naik hingga awal bulan ini.
Faktor lain, lanjutnya, adalah masih lebih rendahnya harga CPO
dibanding harga minyak nabati lainnya seperti minyak rapa (rapeseed), minyak kacang kedelai, dan minyak biji matahari sehingga
ada kemungkinan permintaan atas CPO juga akan meningkat. Sebagian besar emiten
CPO, lanjutnya, akan menerima dampak positif dari kenaikan harga komoditas yang
masuk ke dalam kategori bahan makanan (soft
commodity) itu.
Dampak El Nino diprediksi masih akan terjadi dan diprediksi
akan membuat harga CPO naik lagi hingga akhir tahun, tetapi sangat kecil
kemungkinan akan kembali ke atas level RM4.600/ton (sekitar US$1.000/ton)
seperti pada rentang 2021-2022.
Meskipun demikian, ada beberapa risiko terhadap prediksi
kenaikan harga komoditas CPO yaitu besaran produksi yang akan terganggu karena
efek cuaca El Nino serta faktor kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan
harga minyak goreng domestik di tengah kenaikan harga CPO global.
Efek dari kenaikan harga CPO juga akan terjadi pada beberapa
emiten CPO yang menjadi lingkup riset Mirae Asset. Beberapa emiten yang di-cover tersebut adalah PT PP London
Sumatra Indonesia Tbk (LSIP, rekomendasi Trading BUY, TP Rp 1.180 untuk 12
bulan ke depan), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI, Hold, TP Rp 8.250), dan PT
Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS).
Di sisi sektor komoditas tambang dan energi (metal & mining commodity), Darma mengatakan kinerja keuangan
perusahaan di industri batu bara relatif akan impas terhadap dampak dari El
Nino, sedangkan kinerja perusahaan di industri nikel akan lebih diuntungkan
untuk rentang jangka panjang.
“Secara jangka panjang, produsen nikel dan industri terkaitnya
akan diuntungkan dari strategi hilirisasi (downstreaming)
Indonesia terutama terkait dengan industri kendaraan listrik yang sangat
tergantung dari baterai, di mana nikel merupakan bahan baku utama untuk baterai
yang bagus.”
Emiten batu bara, tuturnya, diprediksi akan mengalami
peningkatan produksi tetapi di saat yang sama akan mengalami penurunan kinerja
keuangan karena pelemahan harga Si Emas Hitam di dunia.
Rully Arya
Wisnubroto, Senior Economist Mirae
Asset, menambahkan peningkatan harga komoditas
dunia termasuk CPO dan minyak dunia berpotensi menyebabkan kenaikan inflasi
global. Hal ini juga akan sangat berdampak kepada negara-negara maju yang saat
ini masih berusaha untuk menurunkan inflasi.
“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai
sukses meredam inflasi sedangkan pengendalian inflasi masih menjadi isu utama
negara-negara maju saat ini, seperti AS, Inggris, dan negara-negara Euro Zone.
Masih tingginya inflasi di masing-masing negara saat ini, yang juga dapat
diperburuk oleh kenaikan harga komoditas dan minyak dunia, dapat berdampak
kepada arah kebijakan moneter di negara-negara tersebut.”
Rully mengatakan Indonesia diprediksi masih dapat meredam laju
inflasi, yang diprediksi akan berada pada 5,25% hingga akhir tahun. masih
terbuka kemungkinan bank sentral AS akan menaikkan kembali suku bunga
kebijakan mereka atau FFR meningkat
inflasi yang masih berada jauh di atas target.
Hal ini diprediksi masih akan memicu volatilitas pasar global,
yang juga akan berdampak kepada pasar finansial di Indonesia. Tekanan terhadap
Rupiah masih akan tetap tinggi, apalagi disertai dengan sentimen negatif
terhadap emerging market. Hal ini disebabkan memburuknya kondisi ekonomi
Tiongkok.
Dalam memitigasi risiko tekanan terhadap Rupiah, BI bersama
pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor finansial
di dalam negeri dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap USD sehingga
dapat memitigasi risiko fluktuasi di masa yang akan datang. ###
Rully Arya Wisnubroto, Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam Media Day: September 2023, 12 September 2023.
Salin URL
Pilih semua URL dibawah untuk disalin
Edit komentar
Masukkan kata sandi untuk mengedit postingan
Hapus komentarHapus postingan
Masukkan kata sandi untuk menghapus postiingan